Rabu, 09 Maret 2011

ASURANSI SYARIAH

Sejarah Asuransi Syariah

1. Sejarah Asuransi Syariah dalam Islam

Pada zaman Nabi Muhammad SAW, konsep asuransi syariah sudah dikenal dengan sebutan Al-Aqila. Saat itu suku Arab terdiri atas berbagai suku besar dan kecil. Sebagaimana kita ketahui, Rasulullah adalah keturunan Qurais, salah satu suku terbesar. Menurut Dictionary of Islam, yang ditulis oleh Thomas Patrick, jika ada salah satu anggota suku yang terbunuh oleh anggota suku lain, sebagai kompensasi, keluarga terdekat si pembunuh akan membayarkan sejumlah uang darah atau diyat kepada pewaris Qurban.

Al’-aql adalah denda, sedangkan makna al’aqil adalah orang yang membayar denda. Beberapa ketentuan sistem Aqilah yang merupakan bagian dari asuransi sosial dituangkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam Piagam Madinah yang merupakan konstitusi pertama di dunia setelah Nabi hijrah ke Madinah. Dalam Pasal 3 Konstitusi Madinah, Rasulullah membuat ketentuan mengenai penyelamatan jiwa para tawanan. Ketentuan tersebut menyatakan bahwa jika tawanan tertahan oleh musuh karena perang, pihak dari tawanan harus membayar tebusan kepada musuh untuk membebaskannya.

2. Sejarah Asuransi Syariah di Indonesia

Perkembangan industri asuransi syariah diawali dengan kelahiran asuransi syariah pertama Indonesia pada 1994. Saat itu, PT Syarikat Takaful Indonesia (STI) berdiri pada 24 Februari 1994 yang dimotori oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) melalui Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat Indonesia, PT Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Departemen Keuangan RI, serta beberapa pengusaha Muslim Indonesia.

Selanjutnya, STI mendirikan dua anak perusahaan. Mereka adalah perusahaan asuransi jiwa syariah bernama PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK) pada 4 Agustus 1994 dan perusahaan asuransi kerugian syariah bernama PT Asuransi Takaful Umum (ATU) pada 2 Juni 1995. Setelah Asuransi Takaful dibuka, berbagai perusahaan asuransi pun menyadari cukup besarnya potensi bisnis asuransi syariah di Indonesia.

Hal tersebut kemudian mendorong berbagai perusahaan ramai-ramai masuk bisnis asuransi syariah, di antaranya dilakukan dengan langsung mendirikan perusahaan asuransi syariah penuh maupun membuka divisi atau cabang asuransi syariah.

Ruang lingkup usaha asuransi meliputi usaha jasa keuangan dengan cara menghimpun dana masyarakat melalui ppengumpulan premi asuransi. Asuransi juga memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang.


Definisi Asuransi Syariah

Kata “asuransi” diambil dari bahasa Belanda yaitu assurantie”. Dalam hukum Belanda disebut “Verzekering”, yang berarti pertanggungan. Istilah tersebut kemudian berkembang menjadi “assuradeur” yang berarti penanggung dan tertanggung disebut “geassureerde”.

Asuransi dalam bahasa Arab disebut At-ta’min. Pihak yang asuransi disebut mu’ammin dan pihak yang tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min. At-ta’min berasal dari kata “amanah” yang berarti memberikan perlindungan, ketenangan, rasa aman serta bebas dari rasa takut. Istilah men-ta’min-kan sesuatu berarti seseorang membayar atau memberikan uang cicilan agar ia atau orang yang ditunjuk menjadi ahli warisnya mendapatkan ganti terhadap hartanya yang hilang.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992, pengertian asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih yakni pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada
tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan; atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti; atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Falsafah

Falsafah yang mendasari asuransi syariah adalah bahwa umat manusia merupakan keluarga besar kemanusiaan. Agar kehidupan bersama dapat terselenggara, sesama umat manusia harus tolong-menolong, saling bertanggung jawab, dan saling menanggung antara yang satu dan yang lain.

Takaful yang berarti saling menanggung antar umat manusia merupakan dasar pijakan kegiatan manusia sebagai makhluk sosial. Atas dasar pijakan tersebut, di antara peserta bersepakat menanggung bersama di antara mereka atas risiko yang diakibatkan oleh kematian, kebakaran, kehilangan, dan sebagainya. Dengan demikian, sistem asuransi syariah harus bersifat universal, berlaku secara umum.

Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) tentang pedoman umum asuransi syariah, asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset atau tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.

Sementara itu, pada asuransi konvensional, kita mengenal sistem transfer risk yang berarti terjadinya transfer risiko dari tertanggung kepada penanggung. Kedua sistem tersebut menjadi perbedaan dasar dari pengertian asuransi syariah dengan asuransi konvensional.

Perbedaan antara Asurasni Syariah dan Asuransi Konvensional

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992, pengertianasuransi konvensional adalah pelimpahan risiko yang mungkin akan terjadi pada tertanggung (peserta asuransi) kepada penanggung (perusahaan asuransi). Dengan demikian, unsur-unsur yang terdapat dalam pengertian asuransi konvensional adalah:

  • Unsur pertama : pihak tertanggung berjanji membayar uang premi kepada pihak penanggung sekaligus atau berangsur-angsur
  • Unsur kedua : pihak penanggung berjanji akan membayar sejumlah uang kepada pihak tertanggung, sekaligus atau berangsur-angsur, apabila terlaksana unsur ketiga
  • Unsur ketiga: suatu peristiwa yang semula belum jelas akan terjadi.

Perbedaan antara Premi Syariah dan Premi Konvensional

Premi asuransi syariah yang dibayarkan tertanggung kepada penanggung terdiri atas dua unsur atau bagian, yaitu unsur tabungan dan unsur tabarru. Dana yang berasal dari unsur tabungan dan tabarru tidak bisa digunakan sebagai biaya komisi agen atau uang jalan bagi agen shingga dana peserta tetap utuh atau bernilai tunai pada saat itu juga (tahun pertama). Seandainya peserta mengundurkan diri, uang premi akan dikembalikan sepenuhnya, kecuali dana kebajikan atau dana tabarru.

Pada asuransi konvensional, premi yang diterima perusahaan bisa digunakan sebagai biaya/loading dalam bentuk pembayaran komisi agen, biaya administrasi, biaya reasuransi, biaya cetak polis, dan lain sebagainya sehingga nasabah/peserta tidak mempunyai nilai tunai pada tahun pertama ikut asuransi. Dengan kata lain, uang nasabah yang telah dibayarkan tidak bisa dikembalikan kepada peserta jika mengundurkan diri pada tahun pertama (dana hangus).

Perusahaan yang bergabung dalam Asuransi Syariah

Stretegi pengembangan bisnis asuransi syariah melalui pendirian perusahaan dilakukan oleh Asuransi Syariah Mubarakah yang bergerak pada bisnis asuransi jiwa syariah. Sedangkan strategi pengembangan bisnis melalui pembukaan divisi atau cabang asuransi syariah dilakukan sebagian besar perusahaan asuransi, antara lain :

  • PT MAA Life Assurance
  • PT MAA General Assurance
  • PT Great Eastern Life Indonesia
  • PT Asuransi Tri Pakarta
  • PT AJB Bumiputera 1912
  • PT Asuransi Jiwa BRIngin Life Sejahtera
Bahkan, sejumlah pemain asuransi besar dunia pun turut tertarik masuk dalam bisnis asuransi syariah di Indonesia. Mereka menilai Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia merupakan potensi pengembangan bisnis cukup besar yang tidak dapat diabaikan. Di antara perusahaan asuransi global yang masuk dalam bisnis asuransi syariah Indonesia adalah :
  • PT Asuransi Allianz Life Indonesia
  • PT Prudential Life Assurance

Referensi :